TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Rumput teki yang selama ini hanya dipandang sebelah mata, hanya terbuang percuma dan tidak pernah dimanfaatkan.
Namun di tangan seorang pria kreatif dari Balikpapan, Kalimantan Timur, Muhammad Rezky Faturrochim, jenis tanaman gulma tersebut ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar alternatif pengganti solar dan bensin dan berhasil mengharumkan nama Balikpapan dan Indonesia pada umumnya.
Tim Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tersebut meraih medali emas di ajang International Eureka Innovation Exhibition (I-EIE) 2017 di Universiti Kuala Lumpur Malaysian Spanish Institute, Malaysia, pada kategori renewable energy dengan menyajikan karya berjudul Utilization Cyperus rotundus and Lophaterum gracile Brogn as An Alternative Fuel Gasoline.
Medali emas yang diraih dalam ajang itu merupakan pencapaian yang sangat luar biasa baginya karena tingkat kompetisi pada kategori renewable energy.
Ia mengatakan, karya inovasi yang dikembangkan tim UNY itu adalah bahan bakar alternatif motor bensin yang berbahan dasar rumput.
Tim membuat produk bernama Bioki yang merupakan campuran bioetanol dari rumput dengan bensin pada perbandingan campuran tertentu.
Bioki tersebut juga telah diuji coba keefektifan inovasi itu pada sepeda motor dan didapat hasil torsi dan power menjadi lebih baik dibandingkan dengan bensin tanpa dicampur Bioki.
Menurut pria yang lahir pada 14 Desember 1995 tersebut, awal mula ide membuat bahan bakar tersebut muncul saat ia berkuliah di UNY jurusan Teknik Otomotif semester 2 pada penjelasa mata kuliah bahan bakar pelumas otomotif.
Dari sanalah ia mengetahui bahwa ada berbagai jenis bahan bakar dari bahan bakar minyak bumi dan batubara hingga alternatif seperti dari singkong, kedelai, anggur, jagung dan tebu.
“Karena saya suka mikir yang aneh-aneh contohnya mikir dulu pernah kepikiran membuat alat make up tempel, dengan stiker, tapi sepertinya tidak saya dilanjutin makanya beralih ke bahan bakar ini.
Intinya membuat sesuatu yang dibuat tidak dari bahan yang dikonsumsi manusia, makanya cari bahan bakar yang berbahan dasar rumput,” katanya.
Sosok yang pernah mendapatkan juara perak Olimpiade kimia dari Kalimantan Timur, tersebut, kemudian mencari sumber alternatif pembuat bahan bakar minyak.
Ia menemukan rumput teki sebagai bahan bakar alternatif.
Pasalnya, pemahamannya terkait rumus fotosintesis selalu menghasilkan karbohidrat menuntunnya pada sebuah kesimpulan bahwa semua fotosintesis mengandung karbohidrat atau zat gula
“Akhirnya saya cari rumput-rumput yang paling banyak di jalanan yang gak susah dan bukan makanan manusia dan hewan, kalau saya tahu kalau rumput-rumput lainnya ada yang dimakan sama hewan.
Kalau rumput teki kecil nggak dimakan hewan, ternyata saya teliti kadarnya tinggi saya ajukan ke dosen,” katanya.
Awalnya, idenya untuk membuat bahan bakar dari bahan rumput teki ini diragukan banyak orang. Ia pun sempat kesulitan mengajak rekan – rekan mahasiswa untuk ikut serta dalam menciptakan bahan bakar alternatif dari rumput teki tersebut.
“Pertama banyak yang mencemooh, malah dibilang cara ubah rumput jadi bahan bakar akternatif adalah rumputnya dikasih makan sapi, sapinya suruh narik mobil sehingga mobilnya bisa jalan.
Akhirnya saya cari rekan via Facebook, akhirnya ada Gita, mahasiswa FMIPA Kimia semester I, yang tertarik untuk ikut serta dalam penelitian tersebut,, “ katanya.
Menurutnya, setelah bekerja sama dengan Gita, ia juga dikenalkan dengan dosen pembimbingnya di MIPA.
Dari pertemuan itulah, ia dan Gita disarankan untuk ikut serta dalam sebuah lomba. Pasalnya, dengan diikutikan lomba, maka penelitian tersebut akan berjalan.
“Akhirnya saya membuat semacam proposalnya dan ditemukan dengan dosen dia. Saat itu saya sudah punya langkah-langkah lumayan besar, dia mengenalkan saya.
Saya juga presentasi di depan dosennya yang juga merupakan artis Stand Up Commedy, Das Salirawati, :
Pengalaman ikut lomba karya tulis tentang bahan bakar alternative dari rumput teki ini merupakan yang pertama kalinya.
Lomba karya tulis tersebut diselenggarakan di Universitas Hasanuddin tahun 2016. Dari karya tulis tersebut, ia berhasil meraih 10 besar sebagai finalis.
“Saya kumpulkan jurnal jurnal internasional tapi belum dapat juara, hanya termasuk 10 besar,”katanya.
Setelah mengikuti Karya Ilmiah tersebut, dirinya memberanikan diri mengajukan penelitian ke Kemenristekdikti melalui lomba Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian (PKM).
“ Alhamdulillah tembus didanai Rp 7 juta 500 ribu baru mulai buat mulai praktek, dari sini dosen pembimbingnya sudah beralih ke otomotif, tidak kimia lagi, “ katanya. (muhammad alidona)
Sumber : Tribun Kaltim